Hallo semuanya!!!
Setelah sebelumnya berkunjung ke Curug Citambur, rasa penasaran kami terhadap keindahan Jabar Selatan kembali datang. Kali ini saya dan Raihan sepakat untuk berkunjung ke daerah Rancabuaya yang terletak di Garut Selatan. Rute berangkat yang kami pilih melalui Cibinong - Bogor Kota - Puncak - Cianjur Kota - Sukanagara - Sindangbarang - Cidaun - Rancabuaya. Sedangkan Rute pulangnya melalui Rancabuaya - Cisewu - Cukul - Pangalengan - Soreang - Padalarang - Cianjur Kota - Puncak - Bogor Kota - Cibinong.
Setelah sebelumnya berkunjung ke Curug Citambur, rasa penasaran kami terhadap keindahan Jabar Selatan kembali datang. Kali ini saya dan Raihan sepakat untuk berkunjung ke daerah Rancabuaya yang terletak di Garut Selatan. Rute berangkat yang kami pilih melalui Cibinong - Bogor Kota - Puncak - Cianjur Kota - Sukanagara - Sindangbarang - Cidaun - Rancabuaya. Sedangkan Rute pulangnya melalui Rancabuaya - Cisewu - Cukul - Pangalengan - Soreang - Padalarang - Cianjur Kota - Puncak - Bogor Kota - Cibinong.
Mengenal Jabar Selatan
Jabar Selatan atau biasa disebut Pakidulan adalah daerah yang terletak di selatan Jawa Barat (Jabar). Wilayahnya meliputi bagian selatan dari Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan juga Pangandaran. Berbatasan langsung dengan laut selatan (Samudera Hindia) dan diapit pegunungan menjadikan wilayah ini memiliki potensi pariwisata yang tinggi.
Perjalanan Dimulai!
Senin, 24 Juni 2019
Sama seperti perjalanan menuju Curug Citambur, rute awal yang kami pilih untuk menuju Garut Selatan adalah Cianjur Kota. Perjalanan dari Cibinong menuju Cianjur Kota memakan waktu sekitar 3 jam. Sesampainya di Cianjur Kota ada baiknya kita mengisi bahan bakar full karena SPBU berikutnya hanya ada di pusat-pusat kecamatan seperti Sukanagara, Pagelaran, dan Sindangbarang yang jaraknya saling berjauhan.
Cianjur - Sukanagara - Sindangbarang - Cidaun - Rancabuaya
Perjalanan dilanjutkan ke arah selatan menuju Sukanagara. Jalur yang dilalui untuk menuju Sukanagara adalah membelah pegunungan dengan tanjakan yang lumayan curam. Mendekati Sukanagara, perkebunan teh mulai mendominasi perjalanan kami. Udara dingin pun menyelimuti perjalanan kami pada saat itu.
Dari Sukanagara perjalanan masih terus ke arah selatan menuju Sindangbarang. Kali ini jalur yang dilewati adalah menuruni pegunungan sampai dengan Pagelaran. Memasuki Kecamatan Tanggeung, jalanan yang tadinya ramai kini mulai sepi, sedikit sekali kendaraan yang lewat. Sampai di Kecamatan Cibinong bagaikan kota mati tanpa aktivitas, berbeda sekali dengan Kecamatan Cibinong yang ada di Bogor.
Selepas Cibinong kami kembali memasuki area hutan dengan kelokan yang siap menanti korban. Harus ekstra hati-hati untuk melewatinya. Suasana saat itu membuat kami harus waspada, karena jalanan yang sepi dan berliku dikhawatirkan menjadi tempat orang jahat yang sedang mencari mangsa.
Sebenarnya di area hutan tersebut terdapat Curug Sawer yang letaknya persis di pinggir jalan raya, sama seperti Air Terjun Lembah Anai yang ada di Sumatera Barat. Namun sayangnya saat itu airnya kering karena sedang musim kemarau.
Kami mulai memasuki Kecamatan Sindangbarang sekitar pukul 15.15. Jalanan yang tadinya berliku-liku kini berganti trek lurus dengan aspal yang masih mulus. Aroma laut sudah mulai terasa ketika kami sampai di Sindangbarang. Dari pertigaan Sindangbarang kami mengarah ke kiri ke arah Cidaun. Suasana pesisir di sore itu sangat bersahaja. Angin sepoi-sepoi dan pemandangan padang rumput dengan latar belakang lautan luas menemani perjalanan kami di sore itu.
Selepas Cidaun, kami mulai memasuki wilayah Kabupaten Garut. Perbatasan antara Cianjur dengan Garut berupa jembatan panjang yang membelah sungai. Kami memutuskan untuk berhenti sebentar untuk istirahat sambil menikmati suasana sore.
HTM Puncak Guha adalah Rp5.000 per orang, sudah termasuk parkir motor. Sedangkan biaya camping adalah Rp5.000 per orang. Harga yang terbilang murah dan masuk akal.
Fasilitas di Puncak Guha meliputi warung, mushola, dan toilet. Tetapi saat itu hanya ada 1 warung yang buka. Untungnya kami sudah membawa perbekalan makanan yang cukup sehingga tidak perlu repot mencari makanan lagi.
Selesai mendirikan tenda, kami menikmati makan malam sambil memandangi lautan yang terlihat samar. Makan malam kali ini ditemani dengan obrolan ringan yang suaranya bersaing dengan ombak laut selatan.
Sekitar pukul 22.00 udara mulai dingin dan berkabut. Angin laut berhembus cukup kencang hingga menghasilkan udara dingin. Sedikit tak percaya kalau di pinggir laut udara juga bisa dingin dan berkabut. Tak terasa, akhirnya mata terpejam juga. Ya, malam itu kami tidur berselimut kabut dengan ditemani suara deburan ombak pantai selatan yang menggelegar.
Selasa, 25 Juni 2019
Kami mulai memasuki Kecamatan Sindangbarang sekitar pukul 15.15. Jalanan yang tadinya berliku-liku kini berganti trek lurus dengan aspal yang masih mulus. Aroma laut sudah mulai terasa ketika kami sampai di Sindangbarang. Dari pertigaan Sindangbarang kami mengarah ke kiri ke arah Cidaun. Suasana pesisir di sore itu sangat bersahaja. Angin sepoi-sepoi dan pemandangan padang rumput dengan latar belakang lautan luas menemani perjalanan kami di sore itu.
Selepas Cidaun, kami mulai memasuki wilayah Kabupaten Garut. Perbatasan antara Cianjur dengan Garut berupa jembatan panjang yang membelah sungai. Kami memutuskan untuk berhenti sebentar untuk istirahat sambil menikmati suasana sore.
Puncak Guha
Sekitar 7 km dari perbatasan tersebut, kami tiba di Perempatan Rancabuaya. Niat kami yang awalnya mau ke Pantai Rancabuaya batal karena waktu sudah terlalu sore. Akhirnya kami langsung menuju lokasi camping di Puncak Guha yang letaknya tidak jauh dari perempatan tersebut.
HTM Puncak Guha adalah Rp5.000 per orang, sudah termasuk parkir motor. Sedangkan biaya camping adalah Rp5.000 per orang. Harga yang terbilang murah dan masuk akal.
Fasilitas di Puncak Guha meliputi warung, mushola, dan toilet. Tetapi saat itu hanya ada 1 warung yang buka. Untungnya kami sudah membawa perbekalan makanan yang cukup sehingga tidak perlu repot mencari makanan lagi.
Selesai mendirikan tenda, kami menikmati makan malam sambil memandangi lautan yang terlihat samar. Makan malam kali ini ditemani dengan obrolan ringan yang suaranya bersaing dengan ombak laut selatan.
Sekitar pukul 22.00 udara mulai dingin dan berkabut. Angin laut berhembus cukup kencang hingga menghasilkan udara dingin. Sedikit tak percaya kalau di pinggir laut udara juga bisa dingin dan berkabut. Tak terasa, akhirnya mata terpejam juga. Ya, malam itu kami tidur berselimut kabut dengan ditemani suara deburan ombak pantai selatan yang menggelegar.
Selasa, 25 Juni 2019
Pagi itu kami terbangun sekitar pukul 05.00. Tebalnya kabut semalam membuat tenda kami dibasahi oleh embun. Udara pagi itu terasa sejuk, sang mentari belum juga memunculkan sinarnya.
Setelah melaksanakan Sholat Subuh kami mulai merapikan barang-barang, lalu bergegas mencari spot yang dirasa bagus. Sambil menantikan datangnya sunrise, kami sempat menuruni tebing untuk mendekat ke laut. Ombaknya yang besar siap melahap siapa saja yang tidak berhati-hati.
Tepat pukul 06.21 matahari mulai terbit. Deretan perbukitan hijau dan pantai selatan menjadi latar belakang sunrinse saat itu.
Setelah melaksanakan Sholat Subuh kami mulai merapikan barang-barang, lalu bergegas mencari spot yang dirasa bagus. Sambil menantikan datangnya sunrise, kami sempat menuruni tebing untuk mendekat ke laut. Ombaknya yang besar siap melahap siapa saja yang tidak berhati-hati.
Tepat pukul 06.21 matahari mulai terbit. Deretan perbukitan hijau dan pantai selatan menjadi latar belakang sunrinse saat itu.
Puas menikmati sunrise dan pemandangan sekitar, kami bergegas meninggalkan Puncak Guha. Tujuan kami berikutnya adalah Pangalengan, daerah dataran tinggi di Bandung Selatan yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Garut. Kami akan mampir di salah satu rumah kawan kami yang tinggal di sana. Untuk menuju Pangalengan kami akan membelah pegunungan di lintas Rancabuaya - Cisewu - Cukul - Pangalengan yang sudah terkenal di kalangan para pecinta touring.
Rancabuaya - Cisewu - Cukul - Pangalengan
Sekitar pukul 08.40 kami mulai bergerak perlahan menuju Pangalengan. Dari Perempatan Rancabuaya sudah jelas petunjuknya, tinggal ikuti saja ke arah Cisewu - Pangalengan. Rumah-rumah dengan nuansa pedesaan mendominasi awal perjalanan kami. Tak jarang kami menyapa penduduk yang sedang menjemur cengkeh hasil panen mereka. Aromanya yang nikmat membuat perjalanan terasa rileks. Tanjakan dan tikungan di awal perjalanan masih terbilang wajar. Aspalnya bisa dibilang mulus, walau ada beberapa titik yang masih menggunakan aspal lama. Pemandangan laut selatan juga terlihat jelas jika kita menengok ke arah belakang.
Setelah 1 jam berkendara kami memutuskan untuk istirahat di daerah Cilayu untuk mengisi perut. Terdapat beberapa warung makan dan bengkel kecil yang cocok dijadikan sebagai tempat peristirahatan.
Memasuki Kecamatan Cisewu jalanan menjadi menyempit. Terlihat ada banyak rumah warga di pinggir jalan. Kami juga melewati Koramil Cisewu yang sempat viral karena patung harimaunya yang lucu, namun sayangnya saat itu patungnya sudah diubah bentuknya menjadi harimau yang lebih gagah.
Kondisi jalan mulai dari Rancabuaya sampai dengan Pangalengan bisa dibilang sepi. Hanya terlihat aktivitas penduduk di beberapa titik seperti daerah Cisewu. Selebihnya berupa area persawahan, deretan pegungan, dan hutan belantara. Sebagian besar jalannya mulus dengan tanjakan dan tikungan yang cukup ekstrim. Di beberapa titik ada jalan yang sebelah kanannya tebing dan sebelah kirinya jurang. Beberapa kali kami juga melihat ada air terjun yang mengalir dari tebing di pinggir jalan tersebut.
Kami mulai memasuki Perkebunan Teh Cukul sekitar pukul 11.40. Di sepanjang jalan, hamparan kebun teh yang sangat luas memanjakan mata kami. Selanjutnya, untuk menuju Pangalengan masih dibutuhkan waktu sekitar 30 menit lagi melewati beberapa tempat menarik seperti Vila Jerman dan Situ Cileunca.
Pangalengan
Sekitar pukul 12.15 kami tiba di rumah kawan kami yang letaknya tak jauh dari Pasar Pangalengan. Udara dingin menyambut kedatangan kami di siang itu. Maklum saja, musim kemarau yang melanda membuat udara menjadi semakin dingin. Untungnya persediaan air di daerah Pangalengan sangat melimpah, jadi tidak ada namanya krisis air bersih seperti yang terjadi di daerah lain.
Siang itu kami diberi jamuan makan siang berupa telor pedas dengan tambahan sambal gombong khas Pangalengan. Setelah itu itu kami diajak ke kebun untuk memetik tomat yang sudah mulai memasuki masa panen. Lumayan, pulang-pulang bawa 3 kg tomat untuk oleh-oleh.
Sebenarnya di sekitar Pangalengan terdapat banyak objek wisata seperti Goa Jepang, Situ Cileunca, Rumah Pengabdi Setan, dll. Namun karena keterbatasan waktu, kami tidak sempat mengunjunginya. Hanya bercengkrama di rumah kawan kami sambil ditemani dengan dinginnya udara Pangalengan.
Pangalengan - Soreang - Padalarang - Cianjur Kota - Cibinong
Ba'da Sholat Ashar kami bergegas meninggalkan Pangalengan. Perjalanan sore itu menuruni pegunungan mulai dari Pangalengan sampai dengan Banjaran, lalu lanjut ke arah Soreang. Perjalanan pulang cukup membosankan karena hampir seluruh jalan yang kami lalui merupakan daerah padat penduduk dengan jalur yang relatif datar. Kami juga sempat terjebak macet di daerah Batujajar dan Padalarang. Barulah selepas Padalarang jalanan menjadi lancar dan kami kebut habis-habisan agar terlalu larut sampai rumah.
Alhamdulillah, sekitar pukul 10 malam kami tiba di Cibinong dengan selamat. Perjalanan selama 2 hari itu sangat berkesan. Ada banyak pengalaman baru yang kami dapatkan dan pastinya sangat melelahkan.
0 Komentar