Hallo teman-teman semua!
Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya ketika mendaki Gunung Kembang bersama ketiga teman kampus saya, Brahma, Indah, dan Diana.
Mengenal Gunung Kembang
Gunung Kembang merupakan gunung dengan ketinggian 2340 MDPL yang terletak di Wonosobo, Jawa Tengah. Banyak yang bilang kalau Gunung Kembang merupakan anak dari Gunung Sindoro karena letaknya yang bersebelahan. Gunung Kembang sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan ritual mistis. Namun untuk kegiatan pendakian, Gunung Kembang baru diresmikan pendakian perdananya pada 31 Maret - 1 April 2018 melalui Jalur Blembem.
Perjalanan dari Karawang Menuju Wonosobo
Jumat, 3 Mei 2019
Sekian lama menunggu, akhirnya Bus Murni Jaya yang akan kami tumpangi tiba di agen bus Sentraland sekitar pukul 22.45. Bus yang seharusnya berangkat pukul 19.30 datang terlambat karena sebelumnya terjebak macet di sepanjang Tol Cikarang. Maklum saja, keberangkatan awal bus bukan dari Karawang, melainkan dari Cileungsi.
Perjalanan dari Karawang sampai dengan Wonosobo ditempuh sekitar 8 jam. Keesokan harinya sekitar pukul 07.00 kami tiba di Terminal Mendolo Wonosobo. Suasana terminal saat itu terlihat sepi. Rombongan pendaki yang biasanya memadati terminal ini ketika weekend tidak terlihat banyak, mungkin karena menjelang puasa.
Saat itu kami ditawari oleh sopir pick up (Pak Supri) untuk ikut bersamanya dengan ongkos Rp25.000 per orang. Kami berempat sepakat untuk naik pick up karena berdasarkan informasi yang kami cari di internet, jika naik ojek ongkosnya bervariasi mulai dari Rp25.000 sampai Rp35.000, tergantung kemampuan tawar menawar. So, daripada ribet tawar-menawar, kami lebih memilih naik pick up. Perjalanan dari Terminal Mendolo sampai dengan basecamp ditempuh sekitar 30 menit melewati jalan pedesaan yang kiri-kanannya perkebunan. Beberapa kali kami berpapasan dengan penduduk desa dan diajak mampir ke rumahnya. Duh, benar-benar suasana yang sulit ditemukan di kota-kota besar.
Basecamp Blembem
Sesampainya di basecamp kami disambut hangat oleh mas-mas petugas basecamp, sebut saja Mas Sigit (nama samaran). Mas Sigit langsung mempersilakan kami masuk ke dalam dan mencarikan kami tempat yang pas untuk beristirahat. Sambil beristirahat, Mas Sigit memberikan informasi mengenai peraturan dan keadaan Gunung Kembang.
Beberapa peraturan tersebut antara lain pendaki wajib packing ulang dan barang-barang wajib dilapisi trashbag agar tidak basah ketika hujan. Jika pendaki tidak membawa trashbag, maka pendaki diperbolehkan minta ke petugas basecamp. Penggunaan tisu basah sudah pasti dilarang karena sulit terurai. Selain itu, pendaki juga dilarang membawa botol minum kemasan sekali pakai, contohnya botol aqua. Sebagai gantinya pendaki bisa menggunakan botol tumbler/tupperware atau bisa juga menyewa jerigen di basecamp dengan uang jaminan Rp10.000 dan akan dikembalikan Rp8.000 setelah selesai digunakan.
Berbicara bentuk fisik, Basecamp Blembem merupakan bangunan tua yang dulunya digunakan sebagai pabrik teh. Fasilitas di basecamp sudah cukup memadai. Terdapat toilet umum, mushola, dan warung kecil. Terdapat pula sumber air di samping basecamp dengan persediaan air yang melimpah.
Setelah selesai packing kami langsung menuju loket registrasi untuk mengisi daftar hadir, meninggalkan kartu identitas (KTP/SIM/Kartu Pelajar), dan membayar simaksi dengan biaya Rp15.000 per orang. Kemudian kami diberikan tanda terima semacam tiket dan peta pendakian. Kami juga diberi informasi mengenai rute pendakian dan larangan mendirikan tenda di area hutan. Untuk estimasi waktu pendakian, menurut pihak basecamp normalnya sekitar 5 sampai 6 jam sesuai kecepatan dan kemampuan masing-masing pendaki.
Basecamp - Kandang Celeng
Sabtu, 4 Mei 2019
Sekitar pukul 10.20 kami mulai bergegas meninggalkan basecamp. Titik poin pertama yang kami tuju yaitu Kandang Celeng. Untuk menuju Kandang Celeng kami harus melewati hamparan kebun teh yang sangat luas. Banyak terdapat percabangan jalur di kebun teh ini, tetapi tidak perlu khawatir karena di sepanjang kebun teh terdapat bendera petunjuk setiap 100-200 meter. Trek masih lumayan landai dan cenderung menanjak di beberapa titik. Walau begitu, trek ini cukup menguras tenaga karena jalurnya yang panjang dan langsung terpapar sinar matahari akibat jumlah pepohonan yang sedikit.
Beberapa kali kami melihat beberapa ibu-ibu yang sedang memetik daun teh. Suasana seperti itu benar-benar memanjakan hati. Jujur saja ini baru pertama kali saya rasakan, bisa melihat langsung proses pemetikan daun teh di tengah luasnya hamparan kebun teh.
Setelah berjalan santai menyusuri kebun teh selama 1 jam 45 menit, kami tiba di Kandang Celeng. Kandang Celeng adalah perbatasan vegetasi dari yang sebelumnya kebun teh menjadi hutan. Bisa juga dikatakan sebagai gerbang masuk hutan belantara yang di dalamnya terdapat banyak babi hutan. Di Kandang Celeng kami beristirahat sekitar 15 menit. Kami beristirahat sambil mengisi perut dengan makanan ringan karena perjalanan selanjutnya akan terus menanjak.
Kandang Celeng - Pos I Liliput
Perjalanan dilanjutkan menuju Pos I Liliput. Kami harus menyusuri jalan sempit yang diapit dengan pepohonan besar. Beberapa kali melewati tanjakan yang dibantu dengan tali. Empat puluh lima menit berjalan santai, kami tiba di Pos I Liliput.
Pos I Liliput - Pos II Simpang 3
Untuk menuju Pos II treknya tidak jauh berbeda dari sebelumnya, terus menanjak dengan ditemani rimbunnya pepohonan. Perjalanan dari Pos I Liliput sampai dengan Pos II Simpang 3 membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Pos ini dinamakan Simpang 3 karena di pos ini terdapat persimpangan. Namun tak perlu khawatir karena petunjuk menuju Puncak terpasang jelas.
Pos II Simpang 3 - Pos III Akar
Perjalanan kembali dilanjutkan menuju Pos III. Trek masih tetap menanjak, tetapi menjelang Pos III ada sedikit bonus jalan datar. Kami tiba di Pos III Akar setelah berjalan sekitar 25 menit. Pos III dinamakan Akar karena terdapat banyak akar, baik di tanah maupun yang menggantung.
Pos III Akar - Sabana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sabana adalah padang rumput yang ada pepohonannya. Itu berarti sabana adalah tanah datar, luas, dan banyak ditumbuhi rerumputan. Tetapi kenyataannya, Sabana di Gunung Kembang adalah tanjakan yang semakin menggila dengan vegetasi yang semakin berkurang. Perjalanan menuju Sabana dari Pos III memakan waktu sekitar 1 jam 20 menit karena kami beristirahat cukup lama di tengah perjalanan menuju Sabana.
Sabana - Tanjakan Mesra
Perjalanan masih terus berlanjut menuju Tanjakan Mesra. Waktu yang dibutuhkan dari Sabana sampai dengan Tanjakan Mesra sekitar 20 menit dengan trek yang tetap menanjak.
Tanjakan Mesra - Puncak
Sepanjang perjalanan mulai dari Sabana sampai dengan Puncak tingkat kesulitannya tidak jauh berbeda, sama-sama menanjak curam dengan vegetasi yang sedikit. Bedanya, selepas Tanjakan Mesra sampai dengan Puncak pemandangan mulai terlihat luas. Tenaga yang sudah banyak terkuras terbayarkan dengan pemandangan indah. Gunung Sumbing dan Sindoro terlihat jelas. Gumpalan awan juga terlihat berada di bawah kami. Perjalanan dari Tanjakan Mesra sampai dengan Puncak sekitar 30 menit karena saat itu kami banyak berhenti untuk menikmati suasana.
Puncak 2340 MDPL
Setelah mendaki sekitar 6 jam, akhirnya kami tiba di Puncak Gunung Kembang dengan ketinggian 2340 MDPL. Puncak Gunung Kembang merupakan tanah lapang yang mampu menampung sekitar 30 sampai dengan 50 tenda. Kami mendirikan tenda di dekat pohon agar tidak terpapar angin secara langsung.
View Gunung Sindoro terlihat sangat jelas dari Puncak. Terlihat pula Gunung Sumbing di kejauhan. Terdapat sumber air di kawah mati yang letaknya di antara Gunung Kembang dengan Gunung Sindoro.
Teror Babi Hutan
Ketika sedang asyik memasak untuk makan malam tiba-tiba kami dikagetkan dengan suara babi hutan. Diana yang melihat secara langsung mengatakan kalau babinya sangat besar. Saya yang baru pertama kali diteror babi hutan langsung masuk ke dalam tenda karena parno. Brahma dengan beraninya mengusir babi tersebut dan setelah saya lihat babinya sudah pergi. Alhamdulillah suasana kembali tenang. Tetapi waktu Indah sholat di samping tenda, babi hutan kembali datang menggangu Indah yang sedang sholat *hahaha.
Kabarnya, serangan babi hutan di Gunung Kembang memang sudah biasa. Nah, untuk meminimalisirnya jangan membuang sampah sembarangan dan usahakan kondisi tenda tetap bersih agar tidak mengundang datangnya babi hutan. Yang paling penting jangan sampai kita merusak habitat hewan-hewan liar, ikuti peraturan, dan jangan pernah mendirikan tenda di area hutan karena hal tersebut secara tidak langsung mengganggu kehidupan hewan liar.
Perjalanan Pulang
Minggu, 5 Mei 2019
Sekitar pukul 09.20 kami bergegas turun. Perjalanan turun cenderung lebih cepat, sekitar 3 jam saja. Dari basecamp untuk menuju Terminal Mendolo kembali menumpang pick up Pak Supri karena tidak ada angkutan umum dari basecamp.
Sedangkan transportasi pulang, kami kembali menggunakan Bus Murni Jaya. Tiketnya masih sama, Rp90.000. Berangkat dari Wonosobo sekitar pukul 17.00 dan tiba di Karawang pukul 01.30 keesokan harinya di hari pertama Bulan Ramadhan.
Rincian Biaya
1. Bus Murni Jaya Karawang-Wonosobo PP: Rp180.000
2. Pick Up Wonosobo-Basecamp Blembem PP: Rp50.000
3. Simaksi: Rp15.000
4. Patungan logistik: Rp35.000
5. Biaya makan dan jajan sepanjang perjalanan: Rp55.000
Biaya total: Rp335.000
Catatan
-Rincian biaya di atas adalah perhitungan kasar, lebih baik membawa biaya lebih yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
-Transportasi menuju Wonosobo dari berbagai daerah di Jabodetabek dan Karawang yang paling efisien adalah bus. Menurut saya yang paling recomended adalah Murni Jaya dengan tiket yang terjangkau.
-Transportasi dari Terminal Mendolo menuju Basecamp Blembem adalah ojek dengan harga Rp25.000-Rp35.000 sesuai kemampuan tawar menawar.
-Bagi yang ingin menggunakan jasa pick up Pak Supri ada baiknya menghubunginya terlebih dahulu (085292628943). Beliau biasa antar jemput ke berbagai basecamp (Prau, Kembang, Sumbing, Sindoro).
-Untuk menghindari serangan babi hutan di atas puncak, alangkah baiknya mengumpulkan sampah di kantong plastik atau trashbag lalu digantung di pohon, tetapi jangan lupa untuk dibawa turun kembali.
-Selalu menjaga kebersihan dan ketertiban umum.
Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya ketika mendaki Gunung Kembang bersama ketiga teman kampus saya, Brahma, Indah, dan Diana.
Mengenal Gunung Kembang
Gunung Kembang merupakan gunung dengan ketinggian 2340 MDPL yang terletak di Wonosobo, Jawa Tengah. Banyak yang bilang kalau Gunung Kembang merupakan anak dari Gunung Sindoro karena letaknya yang bersebelahan. Gunung Kembang sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan ritual mistis. Namun untuk kegiatan pendakian, Gunung Kembang baru diresmikan pendakian perdananya pada 31 Maret - 1 April 2018 melalui Jalur Blembem.
Perjalanan dari Karawang Menuju Wonosobo
Jumat, 3 Mei 2019
Sekian lama menunggu, akhirnya Bus Murni Jaya yang akan kami tumpangi tiba di agen bus Sentraland sekitar pukul 22.45. Bus yang seharusnya berangkat pukul 19.30 datang terlambat karena sebelumnya terjebak macet di sepanjang Tol Cikarang. Maklum saja, keberangkatan awal bus bukan dari Karawang, melainkan dari Cileungsi.
Perjalanan dari Karawang sampai dengan Wonosobo ditempuh sekitar 8 jam. Keesokan harinya sekitar pukul 07.00 kami tiba di Terminal Mendolo Wonosobo. Suasana terminal saat itu terlihat sepi. Rombongan pendaki yang biasanya memadati terminal ini ketika weekend tidak terlihat banyak, mungkin karena menjelang puasa.
Saat itu kami ditawari oleh sopir pick up (Pak Supri) untuk ikut bersamanya dengan ongkos Rp25.000 per orang. Kami berempat sepakat untuk naik pick up karena berdasarkan informasi yang kami cari di internet, jika naik ojek ongkosnya bervariasi mulai dari Rp25.000 sampai Rp35.000, tergantung kemampuan tawar menawar. So, daripada ribet tawar-menawar, kami lebih memilih naik pick up. Perjalanan dari Terminal Mendolo sampai dengan basecamp ditempuh sekitar 30 menit melewati jalan pedesaan yang kiri-kanannya perkebunan. Beberapa kali kami berpapasan dengan penduduk desa dan diajak mampir ke rumahnya. Duh, benar-benar suasana yang sulit ditemukan di kota-kota besar.
Basecamp Blembem
Sesampainya di basecamp kami disambut hangat oleh mas-mas petugas basecamp, sebut saja Mas Sigit (nama samaran). Mas Sigit langsung mempersilakan kami masuk ke dalam dan mencarikan kami tempat yang pas untuk beristirahat. Sambil beristirahat, Mas Sigit memberikan informasi mengenai peraturan dan keadaan Gunung Kembang.
Beberapa peraturan tersebut antara lain pendaki wajib packing ulang dan barang-barang wajib dilapisi trashbag agar tidak basah ketika hujan. Jika pendaki tidak membawa trashbag, maka pendaki diperbolehkan minta ke petugas basecamp. Penggunaan tisu basah sudah pasti dilarang karena sulit terurai. Selain itu, pendaki juga dilarang membawa botol minum kemasan sekali pakai, contohnya botol aqua. Sebagai gantinya pendaki bisa menggunakan botol tumbler/tupperware atau bisa juga menyewa jerigen di basecamp dengan uang jaminan Rp10.000 dan akan dikembalikan Rp8.000 setelah selesai digunakan.
Berbicara bentuk fisik, Basecamp Blembem merupakan bangunan tua yang dulunya digunakan sebagai pabrik teh. Fasilitas di basecamp sudah cukup memadai. Terdapat toilet umum, mushola, dan warung kecil. Terdapat pula sumber air di samping basecamp dengan persediaan air yang melimpah.
Setelah selesai packing kami langsung menuju loket registrasi untuk mengisi daftar hadir, meninggalkan kartu identitas (KTP/SIM/Kartu Pelajar), dan membayar simaksi dengan biaya Rp15.000 per orang. Kemudian kami diberikan tanda terima semacam tiket dan peta pendakian. Kami juga diberi informasi mengenai rute pendakian dan larangan mendirikan tenda di area hutan. Untuk estimasi waktu pendakian, menurut pihak basecamp normalnya sekitar 5 sampai 6 jam sesuai kecepatan dan kemampuan masing-masing pendaki.
Basecamp - Kandang Celeng
Sabtu, 4 Mei 2019
Sekitar pukul 10.20 kami mulai bergegas meninggalkan basecamp. Titik poin pertama yang kami tuju yaitu Kandang Celeng. Untuk menuju Kandang Celeng kami harus melewati hamparan kebun teh yang sangat luas. Banyak terdapat percabangan jalur di kebun teh ini, tetapi tidak perlu khawatir karena di sepanjang kebun teh terdapat bendera petunjuk setiap 100-200 meter. Trek masih lumayan landai dan cenderung menanjak di beberapa titik. Walau begitu, trek ini cukup menguras tenaga karena jalurnya yang panjang dan langsung terpapar sinar matahari akibat jumlah pepohonan yang sedikit.
Beberapa kali kami melihat beberapa ibu-ibu yang sedang memetik daun teh. Suasana seperti itu benar-benar memanjakan hati. Jujur saja ini baru pertama kali saya rasakan, bisa melihat langsung proses pemetikan daun teh di tengah luasnya hamparan kebun teh.
Setelah berjalan santai menyusuri kebun teh selama 1 jam 45 menit, kami tiba di Kandang Celeng. Kandang Celeng adalah perbatasan vegetasi dari yang sebelumnya kebun teh menjadi hutan. Bisa juga dikatakan sebagai gerbang masuk hutan belantara yang di dalamnya terdapat banyak babi hutan. Di Kandang Celeng kami beristirahat sekitar 15 menit. Kami beristirahat sambil mengisi perut dengan makanan ringan karena perjalanan selanjutnya akan terus menanjak.
Kandang Celeng - Pos I Liliput
Perjalanan dilanjutkan menuju Pos I Liliput. Kami harus menyusuri jalan sempit yang diapit dengan pepohonan besar. Beberapa kali melewati tanjakan yang dibantu dengan tali. Empat puluh lima menit berjalan santai, kami tiba di Pos I Liliput.
Pos I Liliput - Pos II Simpang 3
Untuk menuju Pos II treknya tidak jauh berbeda dari sebelumnya, terus menanjak dengan ditemani rimbunnya pepohonan. Perjalanan dari Pos I Liliput sampai dengan Pos II Simpang 3 membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Pos ini dinamakan Simpang 3 karena di pos ini terdapat persimpangan. Namun tak perlu khawatir karena petunjuk menuju Puncak terpasang jelas.
Pos II Simpang 3 - Pos III Akar
Perjalanan kembali dilanjutkan menuju Pos III. Trek masih tetap menanjak, tetapi menjelang Pos III ada sedikit bonus jalan datar. Kami tiba di Pos III Akar setelah berjalan sekitar 25 menit. Pos III dinamakan Akar karena terdapat banyak akar, baik di tanah maupun yang menggantung.
Pos III Akar - Sabana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sabana adalah padang rumput yang ada pepohonannya. Itu berarti sabana adalah tanah datar, luas, dan banyak ditumbuhi rerumputan. Tetapi kenyataannya, Sabana di Gunung Kembang adalah tanjakan yang semakin menggila dengan vegetasi yang semakin berkurang. Perjalanan menuju Sabana dari Pos III memakan waktu sekitar 1 jam 20 menit karena kami beristirahat cukup lama di tengah perjalanan menuju Sabana.
Sabana - Tanjakan Mesra
Perjalanan masih terus berlanjut menuju Tanjakan Mesra. Waktu yang dibutuhkan dari Sabana sampai dengan Tanjakan Mesra sekitar 20 menit dengan trek yang tetap menanjak.
Tanjakan Mesra - Puncak
Sepanjang perjalanan mulai dari Sabana sampai dengan Puncak tingkat kesulitannya tidak jauh berbeda, sama-sama menanjak curam dengan vegetasi yang sedikit. Bedanya, selepas Tanjakan Mesra sampai dengan Puncak pemandangan mulai terlihat luas. Tenaga yang sudah banyak terkuras terbayarkan dengan pemandangan indah. Gunung Sumbing dan Sindoro terlihat jelas. Gumpalan awan juga terlihat berada di bawah kami. Perjalanan dari Tanjakan Mesra sampai dengan Puncak sekitar 30 menit karena saat itu kami banyak berhenti untuk menikmati suasana.
Puncak 2340 MDPL
Setelah mendaki sekitar 6 jam, akhirnya kami tiba di Puncak Gunung Kembang dengan ketinggian 2340 MDPL. Puncak Gunung Kembang merupakan tanah lapang yang mampu menampung sekitar 30 sampai dengan 50 tenda. Kami mendirikan tenda di dekat pohon agar tidak terpapar angin secara langsung.
View Gunung Sindoro terlihat sangat jelas dari Puncak. Terlihat pula Gunung Sumbing di kejauhan. Terdapat sumber air di kawah mati yang letaknya di antara Gunung Kembang dengan Gunung Sindoro.
Teror Babi Hutan
Ketika sedang asyik memasak untuk makan malam tiba-tiba kami dikagetkan dengan suara babi hutan. Diana yang melihat secara langsung mengatakan kalau babinya sangat besar. Saya yang baru pertama kali diteror babi hutan langsung masuk ke dalam tenda karena parno. Brahma dengan beraninya mengusir babi tersebut dan setelah saya lihat babinya sudah pergi. Alhamdulillah suasana kembali tenang. Tetapi waktu Indah sholat di samping tenda, babi hutan kembali datang menggangu Indah yang sedang sholat *hahaha.
Kabarnya, serangan babi hutan di Gunung Kembang memang sudah biasa. Nah, untuk meminimalisirnya jangan membuang sampah sembarangan dan usahakan kondisi tenda tetap bersih agar tidak mengundang datangnya babi hutan. Yang paling penting jangan sampai kita merusak habitat hewan-hewan liar, ikuti peraturan, dan jangan pernah mendirikan tenda di area hutan karena hal tersebut secara tidak langsung mengganggu kehidupan hewan liar.
Perjalanan Pulang
Minggu, 5 Mei 2019
Sekitar pukul 09.20 kami bergegas turun. Perjalanan turun cenderung lebih cepat, sekitar 3 jam saja. Dari basecamp untuk menuju Terminal Mendolo kembali menumpang pick up Pak Supri karena tidak ada angkutan umum dari basecamp.
Sedangkan transportasi pulang, kami kembali menggunakan Bus Murni Jaya. Tiketnya masih sama, Rp90.000. Berangkat dari Wonosobo sekitar pukul 17.00 dan tiba di Karawang pukul 01.30 keesokan harinya di hari pertama Bulan Ramadhan.
Pelajaran yang didapat dari Terminal Mendolo; Tetap berusaha walau usia sudah lanjut usia. Pantang meminta walau tenaga sudah tak ada. Sehat terus mbah, semoga dilancarkan rezekinya. Aamiin
Rincian Biaya
1. Bus Murni Jaya Karawang-Wonosobo PP: Rp180.000
2. Pick Up Wonosobo-Basecamp Blembem PP: Rp50.000
3. Simaksi: Rp15.000
4. Patungan logistik: Rp35.000
5. Biaya makan dan jajan sepanjang perjalanan: Rp55.000
Biaya total: Rp335.000
Catatan
-Rincian biaya di atas adalah perhitungan kasar, lebih baik membawa biaya lebih yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
-Transportasi menuju Wonosobo dari berbagai daerah di Jabodetabek dan Karawang yang paling efisien adalah bus. Menurut saya yang paling recomended adalah Murni Jaya dengan tiket yang terjangkau.
-Transportasi dari Terminal Mendolo menuju Basecamp Blembem adalah ojek dengan harga Rp25.000-Rp35.000 sesuai kemampuan tawar menawar.
-Bagi yang ingin menggunakan jasa pick up Pak Supri ada baiknya menghubunginya terlebih dahulu (085292628943). Beliau biasa antar jemput ke berbagai basecamp (Prau, Kembang, Sumbing, Sindoro).
-Untuk menghindari serangan babi hutan di atas puncak, alangkah baiknya mengumpulkan sampah di kantong plastik atau trashbag lalu digantung di pohon, tetapi jangan lupa untuk dibawa turun kembali.
-Selalu menjaga kebersihan dan ketertiban umum.
3 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmantap sangat informatif gan
BalasHapuseh dikomen sama yg ngeliat babi wkwkw
Hapus