Jakarta, 14 Februari 2024
Belakangan, pembahasan politik tiada habisnya. Media akar rumput tak henti-hentinya membahas pasangan calon. Gerakan mahasiswa dan kritik beberapa kali terlihat membuncah. Belum lagi tayangnya salah satu film dokumenter menjelang hari pemilihan yang membahas fakta mencengangkan terkait pemilu kali ini. Perbincangan di tengah masyarakat pun kian memanas.
Hari yang dinanti tiba. Masyarakat bersemangat menggunakan hak suaranya. Instastory dan status WhatsApp kolega memperlihatkan antusias mereka. Tol Jagorawi arah Jakarta pun terlihat dipadati kendaraan plat B. Saya yakin mereka adalah warga pinggiran yang harus nyoblos di ibu kota karena status administrasinya masih ikut DKI Jakarta—sama seperti keluarga kami.
Satu hal yang menarik, sesampainya di TPS, saya merasa seperti kembali pulang. Kembali ke tempat di mana saya menghabiskan masa kecil. Kembali melewati lorong jalan yang dulu menjadi jalur bersepeda yang seru. Menyusuri jalanan Tebet yang kini tampak menjadi surganya anak muda.
Yang paling berkesan, kembali melihat oma-oma old money Tebet yang memenuhi TPS. Kembali mendengar percakapan Betawi asli. Kembali bertemu dengan orang-orang lama. Tetangga depan rumah—keluarga seniman dan pecinta alam—yang ternyata baru saja menjual rumahnya dan pindah ke daerah pinggiran. Tetangga yang hanya terpaut beberapa tahun dari saya, tetapi kini sudah menjadi ketua RT. Juga pertemuan dengan salah satu teman masa kecil yang kini tengah melanjutkan studi di luar kota.
Banyak warga sekitar yang telah pindah, namun KTP-nya masih beralamat di Tebet. TPS bagaikan wadah silaturahmi yang tidak direncanakan, terlebih bagi warga yang telah pindah. Layaknya Idul Fitri, semua saling berjabat tangan, menanyakan kabar, dan tentu saling mendoakan.
"Hilmi gimana kabarnya? Kerja di mana sekarang? Sukses dan lancar selalu, ya!" Pertanyaan sekaligus sebuah penutup, sebelum akhirnya kami mengakhiri pertemuan ini.
0 Komentar