Sajak Saidjah untuk Adinda



"Aku tidak tahu di mana aku akan mati.

Kulihat lautan luas di pantai selatan,
ketika aku membuat garam di sana bersama ayahku;

Jika ku mati di lautan dan tubuhku terlempar
ke perairan dalam, hiu-hiu akan datang;

Mereka akan berenang mengelilingi mayatku,
dan bertanya, 'Siapa di antara kita yang
akan melahap mayat tenggelam itu?'

Aku tidak akan mendengarnya!


•••••

Aku tidak tahu di mana aku akan mati.

Kulihat rumah Pak Ansu terbakar, dibakarnya
sendiri karena mata gelap;

Jika ku mati di dalam rumah terbakar, 
kayu-kayu membara akan menjatuhi mayatku;

Dan di luar rumah akan terdengar banyak
teriakan orang-orang menyirami api dengan
air untuk memadamkannya;—

Aku tidak akan mendengarnya!


•••••

Aku tidak tahu di mana aku akan mati.

Kulihat si kecil Unah jatuh dari pohon kelapa,
ketika dia memetik kelapa untuk ibunya;

Jika aku jatuh dari pohon kelapa,
aku akan terbaring mati di bawah sana,
di dalam semak, seperti si Unah.

Lalu ibuku tidak akan menangis,
karena dia sudah tiada.
Tapi orang lain akan berseru:
'Lihat, itu Saidjah.'

Aku tidak akan mendengarnya!


•••••

Aku tidak tahu di mana aku akan mati.

Telah kulihat mayat Pak Lisu,
yang mati karena usia tua;
karena rambutnya sudah memutih;

Jika aku mati karena usia tua,
dengan rambut putih,
perempuan-perempuan sewaan akan ber-
diri menangis di dekat mayatku;

Dan mereka akan meratap,
seperti pelayat di sekeliling mayat Pak Lisu;
dan cucu-cucu akan menangis, begitu keras;

Aku tidak akan mendengarnya!


•••••

Aku tidak tahu di mana aku akan mati.

Telah kulihat banyak orang mati di Badur.
Mereka berselubung kain putih,
dan dimakamkan di tanah;

Jika aku mati di Badur, dan dikubur di luar desa,
di timur kaki bukit, tempat rerumputan tinggi;

Adinda akan lewat di sana, 
dan pinggiran sarungnya akan menyapu lembut rerumputan,
...

Aku AKAN mendengarnya."


•••••

Sajak ini disalin dari kisah Saidjah Adinda yang dituliskan Multatuli di dalam buku legendarisnya, 
Max Havelaar...

Posting Komentar

0 Komentar